Senin, 20 Mei 2013

Someone who believes in me - mementos of a great person that shape me into who i am today - MY DAD ( part 1 )

Setiap anak pasti memiliki kenangan indah akan masa kecil mereka. Tidak terkecuali juga saya. Dan untuk setiap kenangan indah dalam ingatan saya, ternyata ada satu sosok yang selalu hadir, yaitu sosok Bapak. Mengingat Bapak selalu bikin mbrebes mili, jd mellow dan mata serta merta berkaca-kaca. Soalnya Bapak sudah lama meninggal, melewatkan banyak momen terpenting dalam hidup saya.Hiks. Sedih.

Bapak adalah type orang tua yang hampir tidak pernah melarang anaknya kecuali memang benar benar keterlaluan. Hihihi ga bagus juga ya. Tapi mungkin itu bentuk beliau mengajarkan bebas tapi bertanggung jawab. Untuk saya sih malah tepat banget pendekatan seperti itu. Terbukti saya malah secara sadar diri ga pernah mau merusak kepercayaan yang Bapak berikan dan sekalinya dikasih kepercayaan langsung pengen membuktikan semaksimal mungkin. Berbeda 360 derajad dengan Ibu yang selalu melarang dan satu sifat Ibu ini yang harus diakui membuat masa remaja saya menjadi sulit.

Dulu setiap bulan sejak saya mulai bisa membaca selalu ada acara ke toko buku bersama Bapak. Biasanya saya dikasih budget kira-kira 20-30 ribu untuk beli buku. Sangat mewah lho untuk ukuran jaman itu. Setiap kali bingung atau kepengen suatu buku tapi ga nemu, Bapak selalu encourage saya untuk berani bertanya ke Mbak/Mas petugas toko buku nya. Padahal asli dulu rasanya takut dan malu, tapi terpaksa. Jadi mau gak mau saya beranikan diri untuk gak malu bertanya. Terbukti, kecintaan akan membaca tumbuh sampai saya dewasa, memperkaya hidup saya dengan ilmu dan wawasan baru setiap waktu. Benar adanya apa yang dibilang orang, buku adalah jendela ilmu.

Selain membaca, ada satu kebiasaan baik yang Bapak tumbuhkan kepada saya yaitu menulis. Iya, menulis. Menuliskan perasaan, opini, rangkaian kejadian dan pengalaman yang saya lewati dalam bentuk diary. Itu berlangsung dari kelas 3 SD sampai sekarang. Bedanya kalo sekarang saya sudah tidak konsisten lagi menulis diary, kadang setahun cuma ngisi diary beberapa kali. Tapi pokoknya biarpun mungkin ga terlalu appealing banget isi tulisan saya, saya bisa menulis kok. Lancar lancar aja kalo diminta bercerita dalam bentuk tulisan. Asalkan menulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris ya, diluar itu mah gak bisa. Eh pernah dink dalam satu kurun waktu ( tahun 98 ke 99 ), saya menulis diary dalam bahasa Prancis lho. Keren banget tapi itu dulu. Sekarang sudah lupa...:))

Tadi saya sempat menyinggung soal menulis dalam bahasa Inggris ya? Memang bahasa Inggris bukan hal asing buat saya. Bapak saya ga bisa bahasa Inggris, tapi inget banget pas kira kira kelas 3 SD di salah satu kunjungan kita ke toko buku, Bapak nunjukin buku Enid Blyton versi bahasa Inggris dan meminta saya membeli buku itu. Saya bingung karena saya belum mengerti bahasa nya, tapi Bapak bilang nanti diajarin sama kakak-kakak saya. Pada akhirnya saya ga pernah benar benar diajarin bahasa Inggris oleh kakak-kakak saya yang mungkin dulu juga sibuk dengan pergumulan hidup mereka masing masing. Hehehhe. Saya nemu kamus bahasa Inggris, trus saya cari sendiri kata per kata artinya. Begitu terus sampai kelas 1 SMP akhirnya saya ikut les bahasa Inggris di deket rumah. Kursusnya masih basic english, tapi saya langsung jadi juara kelas di tempat les itu. Kosa kata saya sudah banyak sekali , jauh melampaui teman teman sekelas yang masih gitu gitu aja deh...hahahha, sombong...!! Ini juga terjadi pas SMA saya ambil kursus bahasa Inggris di LIA bareng temen-temen. Sebelum mulai les kami di tes dulu untuk menentukan masuk ke level yang mana. Apakah basic, intermediate atau advance. Disaat temen-temen saya masih basic ( either basic 1,2,3 atau 4 ) eh cuma saya yang masuk Intermediate 1 ( apa langsung Intermediate 2 yaaah, lupaaa )

Salah satu persimpangan dalam hidup saya terjadi pada saat saya mau masuk SMA. Sesuai dengan aturan Pemerintah, saya harus memilih 3 pilihan SMA dan nantinya akan diterima berdasarkan hasil ujian akhir yang diselenggarakan pemerintah ( resultnya berupa nilai NEM ). Sebenernya saya tahu saya ini ga bego bego amat, malah cerdas. Terbukti pas SD saya sering masuk 5 besar, pas SMP saya masuk ke dalam kelas yang memang isi nya anak-anak paling cemerlang dan nilai NEM di SD serta SMP masuk ke 3 besar satu sekolahan. Tapi saya gak percaya diri. Rasanya saya ini terlahir untuk menjadi rata-rata. Mediocrity is my middle name. Akhirnya saya ga berani memilih SMA 14 yang merupakan salah satu unggulan di Jakarta. Trus Bapak memaksa saya untuk memilih SMA 14, selain karena sebagian besar kakak-kakak saya sekolah disana, Bapak juga percaya saya bisa. Ealah ternyata Bapak saya benar, saya bisa masuk ke SMA 14, malah pas sudah masuk dan NEM saya diurutin, saya masuk ke peringkat 16 besar di SMA 14. Terus banyak kejadian kejadian setelahnya yang semakin menguatkan kepercayaan diri saya ( salah satu nya saya lulus UMPTN sampe dua kali, satu di UI dan satu lagi di UNPAD ). Perlahan saya benar benar percaya, secara akademis saya emang ga bego kokkkk *nari hula-hula*

Saya gak mungkin bisa seperti sekarang, menjadi pribadi yang selalu ingin belajar, punya impian yang ingin dikejar, well educated, tanpa bimbingan dan didikan Bapak. Beliau orang hebat nomer satu dalam hidup saya. Masih banyak lagi cerita tentang Bapak, saya lanjutkan di lain waktu ya. Waktu istirahat siang sudah selesai, time to go back at work.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar